Sabtu, 12 Juli 2014

Umi, Ajari Ana Shalat

           Seorang bocah kecil terduduk di samping ibunya yang tengah bersimpuh di atas sajadah. Dari bibir ibunya, tak henti dzikir mengalir. Bocah kecil itu menyimak ibunya dengan takzim. Sedang di sekitar mereka, langit menghitam, bom diletuskan, rudal dan senapan ditembakkan.
           Lalu ketika ibunya berdiri dan hendak memulai shalatnya pada takbir pertama, bocah kecil itu menarik lengannya. Berkata dengan mata berbinar-binar, “Umi, ajari ana shalat.”
Ibunya tersenyum, mengusap kepalanya dengan lembut. “Nanti umi pasti akan mengajarimu.”
          “Kapan Umi?”
          “Setelah umi selesai shalat."
           Bocah kecil itu terdiam, memandang uminya dengan tatapan memohon.
          “Nanti sayang, sekarang kamu duduklah disamping umi baik-baik, jangan takut. Ada Allah dan Umi yang akan menjagamu.”
           Serangan itu semakin mendekat tanpa bisa dicegah. Suara ledakan itu semakin menjadi tanpa bisa diprediksi. Bocah kecil itu ketakutan, semakin merapatkan dirinya ke tubuh ibunya.
           Dan tibalah saat itu. Persis ketika bocah kecil itu sedang memeluk lutut karena takut, persis ketika ibunya barusaja tiba di gerakan sujud, persis ketika sepersekian detik lagi bom itu akan meluncur ke arah mereka, seseorang menyambar tubuh bocah kecil itu dengan sekali gerakan cepat. Orang itu membawanya berlari, menyelamatkannya.
          Dalam gendongannya, bocah kecil itu menangis dan meronta. Lihatlah, ibunya di sana mungkin tidak menyadari apa yang terjadi. Lihatlah, bahkan ditengah seruan-seruan untuk berlari atas dentuman yang mengancam nyawanya, ibunya tetap bergeming, masih khusyuk melanjutkan shalatnya.          Dan, sebelum ia benar-benar menyadari apa yang terjadi, tepat pada sujudnya di rakaat kedua. Syahid menjemputnya.
 ***
          Malam itu, diantara serangan oleh tangan kekuasaan rezim yang mendustakan kemanusiaan, di bawah langit yang dirundung oleh asap pekat dan mesiu, untuk pertama kalinya, ia, bocah kecil itu, belajar shalat. Menyalatkan jasad ibunya sendiri. Shalat jenazah.
Sebuah fiksi
bukan dalam event apa pun.
11/07/2014
14:00 WIB
Langit Senja
Yogyakarta

Rabu, 02 Juli 2014

Jika

"Jika ikhlas itu berarti tetap menulis, meski dalam tes sidik jari jiwaku menolak kecerdasan berbahasa, maka biarkan aku tetap merangkai frasa, karena hanya dengan menulis aku merasa segalanya baik-baik saja."
2/07/2014
Langit Senja
Yogyakarta
Senja sebelum buka puasa
 

SKETSA TANPA RUPA Copyright © 2011 -- Template created by O Pregador -- Powered by Blogger