Rabu, 28 Juli 2021

Bukan Fairy Tale

 

Dulu aku menutup telingaku rapat-rapat kalau harus mendengar hal-hal tentang pernikahan, memilih menghindar dari topik itu ketika terlibat obrolan dengan teman-temanku, kalian yang dulu pernah mengajakku membahas hal itu mungkin mengerti. Aku lebih sering mengalihkan ke topik yang lain, atau justru tidak menanggapi. Maaf untuk skeptisku itu. Aku punya alasan tapi kamu tidak perlu tahu kenapa.

Sekarang, biar kubayar skeptisku yang dulu dengan tulisan ini, ya.

“Wedding dream kamu?” hal-hal semacam itu, aku hampir tidak punya jawabannya.

“Menikah itu apa sih? Kenapa orang-orang harus menikah? Harus berpasangan? Berkeluarga?”

Pertanyaan yang sering kulontarkan untuk diriku sendiri. Kalau jawabannya karena “ibadah”, aku tidak bisa lebih setuju dari itu, tetapi adakah jawaban lain yang lebih terdengar manusiawi? Jawaban yang menunjukkan sisi humanisme seseorang kenapa mereka harus mengikat komitmen mereka pada pernikahan? Yang lebih jujur karena keinginan diri mereka sendiri? Bukan karena tuntutan? Bukan soal batas usia? Bukan karena paksaan? Lebih karena mereka menemukan sebuah tujuan untuk hidupnya, untuk dunianya, dan kalau mereka percaya tentang kehidupan setelah di dunia, itu berarti juga untuk akhiratnya. Untuk apa saja yang membuat kita memanusiakan diri kita sendiri, bukan demi memenuhi banyak ekspektasi.

Karena kupikir, saat seseorang sudah menemukan alasan yang dia butuhkan untuk dirinya sendiri, saat mereka sudah selesai mencari jawaban itu untuk dirinya,mereka akan menemukan waktunya. Tolok ukur itu tidak bisa dipukul rata ke semua orang, karena kebutuhan setiap orang berbeda-beda, bukan? Juga waktunya tidak akan sama.

Jadi, tolong berhenti menanyakan sesuatu kepada seseorang yang belum menemukan alasan itu untuk dirinya sendiri. Kepada seseorang yang bahkan tidak tahu kapan dia akan selesai dengan dirinya.

Lagipula, Kawan, apakah kamu percaya negeri dongeng?

Fairytale itu bohong, Cinderella dan pangerannya itu tidak ada. Tidak nyata.

Dunia kita pararel, bergerak dinamis, roda kehidupan berputar, hidup bukan cuma berisi warna terang, Hidup bukan cuma soal bahagia, bukan yang indah-indah saja. Kupikir “pernikahan” begitu juga. Kendati sering kujumpai potret keluarga bahagia di sosal media, tapi bukan kah segala hal yang diletakkan di etalase kaca adalah yang paling layak buat ditampilkan? Di balik itu, siapa tahu? Aku bukan bilang bahagia mereka palsu, hanya dibalik bahagia yang mereka tampilkan itu, kita tidak pernah tahu sisi yang terjadi dibaliknya. Pasti banyak kompromi di sana.

Jadi berhenti membayangkan kehidupan setelah menikah itu cuma berisi tentang keindahan saja. Itu cuma ada di negeri dongeng. Itu cuma fairylate. Karena semakin kita berekspektasi tentang menikah itu cuma tentang bahagia, kupikir kita tidak akan pernah cukup bahagia menjalaninya.

Sementara itu, terkhusus diriku sendiri, juga kawan-kawan di luar sana yang saat ini belum menemukan alasan kenapa mereka harus menikah, apa pun itu. Aku cuma mau bilang, bahagiakan dulu dirimu, sehingga nanti, saat kita sudah menemukan alasannya, kita tidak lagi punya ekspektasi untuk dibahagiakan siapa-siapa. Karena bahagia kita tanggung jawab diri kita sendiri, bukan tanggung jawab siapa pun. Termasuk pasangan kita nanti.

Bahwa menikah itu tentang komitmen dan kompromi, menikah menambah masalah itu pasti. Masalah dua kepala, dua keluarga. Bedanya, masalah yang ada ditanggung berdua. Bedanya kepada siapa kita membagi masalah itu. Kalau kepada orang yang tepat, kita bisa berkompromi menyelesaikan banyak hal berdua. Dan semoga kalian beruntung menemukannya.

Katanya, menemukan pasangan bukan mencari soal siapa yang paling sempurna, kan?

Kalau begitu, temukan seseorang yang seburuk apa pun masa lalunya masih bisa kamu terima, temukan seseorang yang semua sifat dan karakternya masih bisa kamu tolerir, yang marah-marahnya masih bisa membuatmu legowo, yang kata-katanya masih kamu izinkan masuk ke telingamu meski semenyakitkan apa pun itu, temukan seseorang yang kekurangannya masih bersedia kamu lengkapi, yang kelebihannya membuatmu terpacu untuk mejadi lebih baik lagi, temukan seseorang yang meski dalam keadaan paling buruk pun masih sanggup membuatmu bertahan untuk tidak meninggalkannya pergi.

Karena selamanya itu terlalu lama. Karena yang sempurna itu tidak ada.

Karena kalau masih sanggup memilih apa yang bisa kita perjuangkan untuk diri kita sendiri, kenapa harus memenuhi standar bahagia dan penilaian orang lain?

 


pict from here


 

SKETSA TANPA RUPA Copyright © 2011 -- Template created by O Pregador -- Powered by Blogger