Jumat, 24 Juli 2015

Kenapa Pernah Semengeluh Itu

Dulu waktu kecil, gue sering ngiri liat temen-temen gue dianter jemput ibunya ke sekolah. Dibawain bekal makan siang dari rumah. Iya. Gue ngiri.

Lalu gue melihat sekeliling, menyadari bahwa masih banyak orang yang nggak seberuntung gue. Karena gue masih punya ibu.

Dan, gue menyesal. Kenapa gue pernah semengeluh itu.

Rabu, 22 Juli 2015

Selamat malam, Universe!

Gue sok-sokan nyebut universe. Halah, padahal yang baca blog ini paling ya cuma kamu-kamu aja. Iya kamu. Nah iya! Kamu yang lagi nyengir sambil ngupil itu. Haha. Iya, blog ini jarang di update dan postingannya selalu nggak jauh dari sekumpulan catatan yang berujung pada baper dan segala perasaan yang tidak bisa didefinisikan. Halah. Apalagi ini.

Intinya. Sekarang gue jarang ngeblog. Kenapa tumben pake kata ganti 'gue'? Woy! Kesambet woy? Oh jadi gini, biar nggak dikira serius mulu aja tiap posting di sini. Biar lebih, lebih apa ya? Lebih dodol? Eh salah! Afdhol? Nah! Gitu intinya kira-kira.

Kenapa jarang ngeblog?
Karena setiap posting lebih banyak nyangkut di kolom draft daripada di publis. Karena nggak enak hati dengan segenap pembaca setia yang kalau-kalau berkunjung  ke sini selalu dapat postingan yang melow-melow patah hati. Jadi boleh lah, kasih kesempatan buat kamu-kamu ini biar nggak bosan.

Oke.

Itu alibi.

Karena alasan terbesarnya adalah, karena kadang hobi itu memiliki titik jenuh tersendiri.

Kalau itu terjadi gimana? Hiatus dulu. Berkelana. Cari ide cerita. Kumpulkan inspriasi. Setelah dirasa cukup, balik lagi. Nulis seperti biasanya.

Apa nulis itu susah?

Kalau kalian tanyanya sama mereka yang suka nulis pasti jawabannya, lebih susah lagi kalau nggak nulis.

Karena kalau buat gue, menulis itu obat. Terutama untuk jenis manusia yang paling anti cerita soal privasi ke manusia lainnya kayak gue ini. Halah.

Intinya menulis itu menyembuhkan. Partner curhat yang nggak harus punya telinga supaya bisa nampung segala unek-unek dan suara hati kita. Yang seketika bisa menghilangkan semua beban hanya dengan memaikan aksara.

Begitulah. Itu menurut definisi gue sebagai seorang..... super woman!

Hahaha.

Jadi gini, mau pamit dulu beberapa hari atau minggu ke depan mungkin nggak akan sempat say helo dan blogwalking ke blog kalian.

Dan kalau sekarang tiba-tiba gue posting kayak rel kereta (nggak putus-putus), percayalah itu hanya bentuk efisiensi dari manfaat penggunaan  blog itu sendiri sebelum kehabisan kuota. Weka-weka.

Sudahlah.

Mumpung tanggal 17 belum lama

Minal aidzin wal faidzin, untuk kalian semua.

Maafkan segala bentuk kesalahan saya (biar sopan, soalnya kalau pake 'gue' takut nanti nggak lu maafin) baik yang di sangaja atau tidak. Tapi yakin, namanya orang punya salah, pasti banyaknya disengaja. Iyain aja udah. Iya.

Gitu ya?

Sekali lagi, mohon maaf lahir batin sodara-sodara.

Dan

Terimakasih banyak, bagi kalian yang masih sudi mengunjungi blog ini barang sekali dua kali. Tanpa kalian, mungkin cuma gue doang yang jadi viewers di sini.

Assalamulaikum sodara!

Gue cinta kalian semua.

#peluksatusatu

22/06/15

1:06 am
Langit Senja
Yogyakarta









Bukan Soal Retorika

Aku hanya berpikir bagaimana jika suatu hari nanti manusia dirancang untuk menjadi bodoh. Bagaimana jika otak manusia yang berisi hal-hal tak terduga itu justru menjadi penyebab dari luka-luka mereka?

Karena aku selalu percaya, bahwa suatu hari nanti, entah sekali dua kali dalam hidupmu, kamu akan menyesali dua tiga hal. Mungkin soal waktu yang tak bisa lagi  terulang, tentang kehilangan.

Manusia terlahir dengan rancangan sedemikian hebatnya. Dengan kesempurnaan yang tiada habisnya. Manusia menang dalam segala sisi, tapi tidak soal hati.

Aku berpikir manusia akan menjadi dungu bukan saat mereka tidak bisa berpikir banyak soal konsep ilmiah dan retorika.
Manusia menjadi bodoh saat menyuarakan sesuatu yang bertentangan dengan kata hati mereka. Untuk kemudian menyesal, karena merasa apa yang selama ini mereka lakukan adalah kesia-siaan.

Manusia menang dalam segala sisi, tapi tidak soal hati.

May, 12
11:27 am
Langit Senja
Yogyakarta

Terimakasih

Tuhan, terimakasih. Aku menyebalkan, tapi Kau beri aku banyak teman. Aku cuek, tapi Kau limpahkan disekelilingku begitu banyak orang yang peduli. Aku tidak pintar, tapi Kau beri perantara pada banyak orang yang bisa kumintai ilmu dan pertolongan.
Tuhan terimakasih.
Kedua orang tuaku lengkap, meski tidak menyatu. Begitu banyak temanku yg menyenangkan, jadi aku tidak kesepian. Begitu banyak sahabat yang peduli, di rumah, di sekolah, di mana-mana, yang tidak pernah memandangku dari segala sisi.
Selalu banyak hal yang bisa membuatku tertawa, jadi aku lupa jika saat itu Kau sedang mengujiku dengan banyak masalah agar aku dewasa.
Tuhan, terimakasih banyak.
Aku mungkin tidak sempurna, tapi hidupku penuh warna.

May, 17
11:55 WIB
Langit Senja
Yogyakarta

Mengerti?

Semua laki-laki ingin jadi pahlawan, dan kamu salah satu diantaranya.

Sedang aku tipe perempuan yang entah kenapa lebih senang melakukan segalanya sendirian, karena sudah terbiasa.

Jadi jika suatu hari nanti aku melakukan tugasku sendiri, lalu kamu datang menawarkan padaku bantuan, dan aku terpaksa harus menolak bantuanmu saat itu. Itu bukan berarti aku tidak ingin menghargaimu, aku hanya sedang melatih diri untuk mandiri. Jadi jangan patah hati.

Mengerti?

Woman, Be Smarter

Suatu saat nanti, akan ada segelintir orang yg akan meragukan kehebatanmu atas nama gender.

maka, kelak jadilah satu dari sekian banyak perempuan cerdas. yang kritis, tahu mana benar mana salah, tegas, mandiri, dan pandai merawat lukanya sendiri.

perempuan cerdas tahu batas2. tahu bagaimana seharusnya dia berposisi.

aku belum pernah menemukan orang  sesukses Bill Gates dan Steve Jobs yang bisa menjadi jutawan dunia dengan latar belakang  meninggalkan pendidikan dari kaum perempuan.

fakta itu seolah bisa dijadikan hukum alam bahwa tugas utama perempuan adalah menempuh pendidikan. setinggi-tingginya, seluas-luasnya.

karena setinggi apa pun jabatan kita di perusahaan, setinggi apa pun posisi kita di pemerintahan nanti, pada akhirnya kitalah yang akan menjadi lembaga pendidikan utama bagi anak-anak kita, kitalah yang akan menjadi pintu gerbang utama bagi para calon generasi penerus bangsa.

perempuan cerdas itu fakta terkini dari definisi seksi.

Sabtu, 18 Juli 2015

Begini?

Jadi, ini tentang kisah masa lalu yang menyebalkan. Tentang seseorang. Yang dulu dengannya, sering kuhabiskan waktu untuk berbuat onar dan berkelahi. Yang sering kutendang dan kupukuli. Dan masih banyak lagi.

Ini tentang nostalgia pada masa putih merah yang penuh dengan keluguan dan kepolosan, tanpa bahasan cinta atau politik yang bikin rumit seperti saat ini.

Aku tidak paham cara kerja semesta seperti apa. Tapi aku percaya konspirasi itu ada. Tuhan mempertemukanmu dengan seseorang, bukan tanpa alasan. Pasti ada sesuatu di dalamnya, tanpa bisa kita duga, tanpa bisa kita mengerti alurnya.

Jadi malam ini, semuanya bermula.

Bagiamana rasanya, ketika seseorang yang dulunya kaukira membencimu, yang kaupikir mengabaikanmu, ternyata diam-diam menyimpan rasa padamu?

Mustahil. Maksudku, mana mungkin? Bagi sebagian besar laki-laki yang berurusan denganku, mereka bilang aku kasar dan menyebalkan. Sarkatis dan mirip preman. Aku tertawa. Karena kalau mereka bilang aku anggun, baik hati, dan mirip puteri keraton justru akan kutentang habis-habisan.

Penilaian ini juga berlaku bagi seseorang. Tidak perlu kusebutkan namanya. Jadi, kutulis 'dia' saja.

Dia bilang, "Siapa laki-laki yang kamu suka?"
Aku melongo, untuk alasan apa pun, bagiku ditanya seperti itu adalah sebuah bentuk penyiksaan.
"Lagi nggak suka siapa-siapa."
"Yakin?"
Aku mengangguk. Aku bahkan nggak tau sekarang aku suka sama siapa.
"Kenapa tanya-tanya?"
"Nggak apa-apa, penasaran aja."
Aku diam saja, "Kamu sendiri? Kamu belum cerita nama orang yang kamu suka."
Dia memintaku menebak, kusebut semua nama anak perempuan di kelasku waktu kelas enam. Karena dia bilang, dia suka dengan seorang teman kami sejak 6 tahun lalu.
Tapi dia terus saja menggeleng. Aku bingung.
"Masih ada yang belum kamu sebut."
Sebenarnya, aku ingin menyebut namaku. Bilang bahwa mungkin saja ada keajaiban besar yang membuat seorang musuh menjadi kawan. Tapi kuurungkan. Mana berani? Mustahil. Kami bermusuhan sejak dulu, tingkahku padanya tidak jauh dari kata menyebalkan. Jadi, itu tidak mungkin aku.

Kami bercerita banyak hal. Meski sebenarnya, lebih banyak dia yang bertanya dan hanya kujawab seadanya. Tentang kisah cintanya yang demi Tuhan, ironis sekali itu. Tentang pandangannya pada beberapa hal yang kami jadikan topik pembicaraan. Kecuali, tentang  keluarganya, sesuatu yang juga kutolak untuk menceritakannya pada siapa pun-jika aku ditanya. Aku paham, bagiku mendengar kata 'keluarga' adalah sesuatu yang sensitif, yang tidak mau kubahas terlalu panjang lebar, dan malas kubicarakan.

Jadi, kudengarkan saja dia bercerita. Meski bisa kutebak dari gaya bahasa dan tatapan matanya, dia sedang menyembunyikan sesuatu. Entah apa.

"Kamu katanya mau doain aku supaya aku diterima sama orang yang kusuka?"
Aku nyengir, "Iyalah, semoga diterima Bro!"
"Kalau aku ditolak, berani taruhan apa? Kamu jadi pacarku ya?"
Aku tertawa. Masa bodo. Peduli apa. Semua kalimatnya bagiku cuma guyon semata. Dia humoris dan ada bakat idiot, jadi kuanggap itu cuma lawakan saja.

"Emang kamu suka sama siapa? Aku kenal?"
"Pasti kenal."
Aku sibuk berpikir dan gagal lagi. Jadi kubiarkan dia menang. Terserah saja mau suka sama siapa, yang penting dia masih normal dan tidak gila.

Di perjalanan pulang. Sesuatu yang mengejutkan terjadi. Dia akhirnya, bilang tanpa kuminta. Sesuatu yang sebelumnya tidak kuduga-duga. Aku lupa bagimana harus mengatakannya lewat kata-kata. Semacam ungkapan, "aku suka kamu" dalam versi yang berbeda.

Aku spontan tertawa, antara heran dan tidak percaya. "Serius, aku?"
Jadi, fakta bahwa mungkin saja kamu bisa jatuh cinta dengan seseorang yang kamu sebut rival, bukan cuma mitos belaka.
"Aku nyebelin dan sering mukulin, gimana kamu bisa suka?"
Katanya, dia bisa suka dengan siapa pun tanpa alasan apa pun. Kalau suka, mau siapa pun orangnya, kayak gimana pun dia, tetep suka.

Aku melongo. Sama sekali tidak menyangka. Tapi, dia bilang aku rusuh. Yang bisa datang lalu pergi lagi. Aku langsung diam. Siapa tahu dia benar.

"Jadi gimana?"

Aku bingung harus menjawab bagaimana.

Dia orang baik, kalau boleh jujur. Setidaknya, cukup tidak keberatan dan senang hati kupukuli untuk melampiaskan emosi. Tapi di sisi lain, menjadi apa adanya di depannya terasa lebih menyenangkan. Aku lebih suka mendengarkan ceritanya, menceritakan hal-hal konyol, menendang kaki atau lengannya tanpa perasaan dikekang.

Aku ingin meminjam istilah Dilan untuk Milea. "Milea, kamu cantik. Tapi aku belum mencintaimu. Enggak tahu kalau nanti sore."

Jadi sekarang untuk situasi yang berbeda, aku ingin bilang, "Halo, kamu baik. Tapi aku belum bisa kalau sekarang  Enggak tahu kalau besok kapan-kapan."

Begitu, ya?

Terimakasih untuk secangkir mocca coffeenya malam ini.

18/07/2015
Langit Senja
Yogyakarta

Jumat, 10 Juli 2015

Denganmu Segalanya Berbeda

Aku tidak suka laki-laki perokok. Tapi denganmu, segala hal berbeda. Aku tidak sempat bertanya rokok jenis apa yang kauhisap, berapa putung rokok yang kauhabiskan dalam sehari, atau menyerangmu dengan sinisme bertubi-tubi. Ketidaktoleransiku tiba-tiba menghilang. Atau mungkin, kamu pengecualian.

Aku tidak suka bercerita panjang lebar soal perasaan kecuali lewat tulisan. Tapi padamu, segala hal berubah. Seolah ada kekuatan magis yang menggerakkan lidahku untuk bercerita banyak hal padamu. Tanpa peduli diksi dan narasi, cukup dengan menyuarakan segala isi hati.

Aku tidak suka es krim rasa strawberry, atau apa pun yang bungkusnya berwarna merah muda. Tapi jika itu kudapatkan darimu, rasanya berbeda. Aku tidak lagi peduli rasa dan warna, jadi tetap kunikmati saja.

Banyak hal yang tidak kusuka sebelumnya, menjadi tidak seburuk yang kukira, jika itu menyangkut kamu di dalamnya.

Sebut aku gila, karena bisa jadi ini hanya efek dophamine yang berlebihan saja.

Tapi tunggu dulu, aku cuma ingin bilang satu hal kecil. Beberapa kalimat sederhana yang ingin kukatakan padamu saat ini juga.

"Terimakasih sudah memperlakukanku dengan baik, seburuk apa pun kamu di mata orang lain. Terimakasih sudah menjadi ada dan tak pernah menuntut apa-apa, meski seringkali kuabaikan karena aku tak juga peka. Terimakasih banyak untuk apa pun yang telah kauberi, aku berhutang padamu soal ini."

Langit Senja
Yogyakarta

 

SKETSA TANPA RUPA Copyright © 2011 -- Template created by O Pregador -- Powered by Blogger