Sabtu, 05 Januari 2019

Lampau


Suatu hari, di satu malam saat aku merasa hidupku sedang berantakan dan tidak baik-baik saja, kamu dengan berbaik hati datang menemuiku. Aku pulang dalam keadaan patah, membuka pintu rumah, lalu kamu menjadi yang pertama kali menyapaku tepat di balik pintu dengan matamu yang berbinar. Mengelus-elus kakiku. Seolah dengan begitu adalah suatu cara hingga kamu bisa berkata: “Jangan sedih, kan ada aku.”
                Aku tidak menghiraukanmu saat itu, tetapi kamu tetap bersikeras mengikuti. Aku sedang muak berbicara dengan siapa-siapa, jadi aku memilih tenggelam di antara bantal-bantal, sebab juga tak ada yang bisa kuajak bicara. Tetapi, kamu bersedia menungguiku di bawah tempat tidur. Seolah mengerti malam itu tak dapat kubagi kesedihan dengan siapa pun selain kepada dinding tembok.
                Rasa-rasanya, malam itu ingin sekali kubagi tangisku. Namun keras kepalaku membuatnya mengkristal, mengendapkan air mata yang seharusnya sudah bergulir berjatuhan. Kamu adalah temanku bercerita paling setia. Sebab sering kubagi keluhku padamu tiap malam ketika aku merasa letih, disaat menulis tidak lagi cukup efektif untuk membuat kesedihanku lekas pulih.
                Denganmu, aku tak butuh komentar-komentar atau kalimat-kalimat penghiburan yang membuatku merasa baik-baik saja atau semacamnya, kendati begitu aku tahu betapa tulus kamu mendengarku berbicara tanpa sekalipun memotongnya, tanpa sedikit pun terlontar kalimat dari mulutmu untuk menghiburku.
                Meski caraku bercerita adalah suatu hal yang mungkin tidak dapat kamu mengerti menurut caramu, aku tahu kamu bisa merasa. Kadang, kesedihan hanya butuh telinga. Dan kedua telingamu sudah lebih dari cukup bagiku.
                Pernah suatu hari aku di rumah sendirian. Tak ada siapa pun di sana, lalu tiba-tiba listrik padam. Aku nyaris panik dan ketakutan di kamarku, kemudian dengan begitu saja kamu bersuara. Berteriak  seolah memanggil nama dan mencariku. Kamu datang, aku merasa punya teman jadi tidak lagi ketakutan.
                Kamu adalah yang sejak kecil selalu kusayang-sayang. Yang kutemukan dengan tubuh belepotan dalam keadaan lapar. Kamu adalah yang setiap malam berteriak dari halaman rumahku, seolah mencari perhatian agar kuhampiri di saat aku sedang belajar di ruang tamu, kadang kamu masuk ke dalam tanpa permisi saat pintuku sedang terbuka dan tidak dikunci. Kamu adalah temanku bertumbuh di masa putih abu.
 Kamu tidak perlu lagi bertanya perasaanku padamu dulu sedalam apa. Kamu tidak akan pernah tahu bahwa aku menangisimu sampai sesenggukan, mengiba habis-habisan dan merasa bersalah pada diriku sendiri saat aku datang ke rumah dan melihat tubuhmu dalam keadaan terkapar.
Aku menangis dan berkata padamu berulangkali,
“Kalau kamu pergi, nanti siapa yang tak ajakin cerita?”
Hari itu, adalah titik dimana aku merasa asing dan sendiri. Kamu pergi, pada hari itu. Selama-lamanya. Aku seperti kehilangan sahabat. Untuk pertama kalinya dalam hidupku, aku menangis sejadi-jadinya atas kepergian seseorang. Barangkali aku terlalu menghayal. Tapi kamu seperti bukan hanya sekedar ‘kamu’ di mata orang-orang. Kamu nyata dan hidup dalam semestaku. Sampai saat ini, setelah enam tahun berlalu. Kamu tetap di sini. Tidak kemana-mana.
Aku ingat saat hampir setiap hari aku mendapatimu di depan pintu rumah, menungguku  pulang sekolah. Aku ingat saat sampai pukul dua dini hari aku masih menghapal materi, dan kamu duduk di atas tumpukan buku-bukuku, menemaniku. Aku ingat pada setiap cerita yang kubagi bersamamu. Tentang hari-hari yang sesak, dan semua hal abu-abu yang bahkan tak pernah kubagi dengan siapa pun, kecuali denganmu.
Banyak hal yang kulupa, tetapi ingatan tentangmu menjadi hal paling menyenangkan saat aku mampu mengingatnya.
Baik-baik di sana. Mungkin, kamu sedang berbahagia di sana dengan ibu dan sudara-suadaramu.
Terimakasih sudah menjadi teman akrab  dalam kurun waktu yang tidak singkat.

Dari aku, seseorang yang memberimu nama ‘Karyok’-kucing kampung kesayangan yang tidak akan pernah tergantikan.







                 

               
               
                 

               

0 komentar:

 

SKETSA TANPA RUPA Copyright © 2011 -- Template created by O Pregador -- Powered by Blogger