Aku hanya ingin bercerita, tapi suaraku seakan tersekat di
udara. Bercerita tentangmu, khususnya. Rey. Kamu pria polos dengan
senyum simpul. Aku masih mengingat detail semuanya, empat tahun yang
lalu.
Saat aku dan kamu masih menjadi anak-anak polos dan lugu.
Saat semua hal menyedihkan tentang dunia, kita abaikan dan malah asyik
bergelut dengan permainan. Apa yang salah dari bocah ingusan seperti
kita Rey? Kita hanya saling tertawa dan berbuat onar apa saja, semau
yang kita suka bukan?
Apa yang salah Rey ketika aku sering meninju
bahumu dan menjahilimu tiap kali kita bertemu? Kau justru akan balas
mengejekku, lalu kita akan beradu argumen, saling mengolok dan
menjatuhkan. Tapi sungguh, aku menakmati semua permainan bodoh yang
kulakukan bersamamu. Lagipula, saat itu kita masih kecil Rey, masih
polos. Belum tahu soal politik, awam dengan kata hukum, dan filosofi
hidup lainnya yang sama sekali belum kita pahami.
Rey, sudahlah.
Aku enggan bercerita lagi kepadamu. Sungguh, ini hanya soal kenangan,
bukan perasaan. Tapi bolehkah bila saat ini aku bercerita kepadamu
tentang perasaan? Reym apa kau mau mendengarkan?
----------
Empat tahun yang lalu.
Kamu tiba-tiba datang Rey. Mulai menjamah ruang duniaku. Menjadi salah tokoh dalam skenario takdir milikku.
Rey,
saat kau datang, semuanya berubah. Sahabatku Rey. Iya, semenjak
mengenalmu, dunianya menjadi penuh warna. Seakan-akan tiap detik
kupu-kupu melayang di dalam perutnya. Seakan-akan semua rasi bintang
terpampang jelas di bening matanya. Itu semua karenamu Rey, dia jatuh
cinta. Sungguh sangat jatuh cinta. Kepadamu.
Rey, semenjak aku
mengetahui satu rahasia kecil dalam hatinya bahwa dia menyukaimu,
semenjak itu pula duniaku berubah.Sahabat mana yang tak turut bahagia
bila sahabatnya sedang jatuh cinta? Lalu aku mulai sering melakukan
hal-hal bodoh. Aku sering menjahili sahabatku, sekaligus menjahilimu.
Aku sering menggodanya dengan kata-kata konyol. Menyebut namamu dengan
sengaja di depannya. Lalu dia pasti akan tertawa Rey, pipinya akan
merona.
Aku jadi lebih sering mengejekmu, memberimu kode-kode
dengan isyarat yang sama. Hanya agar kau tertarik dengan semua celotehku
lalu kau juga balas menyukainya. Lalu kau pasti akan melotot kearahku,
melayangkan tinju ke bahuku yang selalu saja hanya pura-pura kaulakukan
agar aku tak lagi mengganggumu.
Rey, dengarlah. Saat itu, aku tak
benar-benar berniat mengganggumu. Aku hanya ingin menunjukan padamu,
bahwa sahabatku menyukaimu. Itu saja, Rey.
---------
Empat tahun silam.
Rey
harusnya kau tahu, sahabatku itu benar-benar menyukaimu waktu itu.
Percayalah, rasa sukanya tulus. Aku mengenalnya dekat Rey, dan bagaimana
mungkin aku tak peka bila dia benar-benar jatuh cinta?
Rey, dulu aku sering membuat hal-hal konyol. Aku sering memanggil namamu dengan nama sahabatku. Begitu sebaliknya.
Rey,
dulu aku sering mencipta hal-hal gila. Aku sering mencari momen-momen
yang tepat untukmu dan sahabatku. Aku terlalu sering berusaha membuat
momen yang tepat, agar kalian bisa merasa dekat, agar sahabatku senang,
dan kau balas menyukainya.
Tapi kau selalu marah Rey bila aku
melakukan semua itu padamu. Kau pasti akan memarahiku, mengomel dan
balas mengejek semaumu. Aku masih bisa terima Rey. Tapi ketika emosimu
memuncak dan kau melampiaskannya dengan mencemooh sahabatku, aku tidak
bisa terima. Aku akan marah padamu, lalu pasti akan melanyangkan tinju
ke bahumu.
Sudahlah Rey, jika kuceritakan segalanya saat itu, kau
mungkin tak kan percaya. Lagipula, apa yang bisa kaupercayai dari
seseorang sepertiku? Yang selalu membuatmu merasa jengkel tiap hari
karena tingkah gilaku, yang selalu membuat bahumu sakit selama dua hari
lebih karena tinju kepalan tanganku dibahumu?
Rey, mungkin ketika
kau membaca ini, kau masih belum mengerti. Ini soal realita Rey, bukan
kata-kata yang hanya penuh dengan reka.
-------
Empat tahun silam.
Rey,
aku enggan menjelaskan segalanya. Nyatanya, setiap momen yang kucipta
bersamamu berhasil menyita tiap lembar memory yang kupunya.
Aku
seperti orang linglung Rey. Seperti orang gila yang tak menyadari
relalita perasaannya sendiri. Aku terjebak dalam permainan bodohku
sendiri Rey. Hatiku benar-benar tersekat, pikiranku berkabut, aku
sekarat.
Mungkinkan disebabkan olehmu? Mungkinkah jebakan itu
datang dari tiap frekuensi yang sering kucipta bersamamu melalui
olok-olokan dan kegilaan?
Rey, dengarlah. Aku lelah, aku bosan
mereka perasaanku sendiri. Aku hanya tahu tiga hal kecil saat perasaan
asing itu mulai tumbuh; sahabatku menyukaimu, kamu adalah orang yang
disukainya, dan aku adalah sahabatnya yang ingin membantunya untuk dekat
denganmu.
--------
Empat tahun silam.
Rey, jika
setiap orang bebas memilih, aku akan banyak melakukan pilihan dalam
hidupku. Tapi sayangnya, Tuhan tak mengijinkan. Aku bahkan tak pernah
meminta satu hal kecil ini pada Tuhan; jatuh cinta kepadamu. Sungguh
Rey. Aku tidak pernah memintanya. Tapi nyatanya, aku memang hanya
manusia, bisakah jika harus malawan arus perasaan mahadahsyat yang
disebut cinta? Rey, sudahlah. Mataku mulai berembun. Aku mengingatmu
(lagi).
---------
Empat tahun yang lalu.
Lihatlah Rey,
ketika perasaan suka sahabatku kepadamu hampir berada di titik puncak.
Dan aku enggan berbuat apa-apa lagi. Aku mulai lelah dengan tingkah
bodoku sendiri. Aku takut, jika tingkah bodohku justru akan membuat
perasaan aneh itu muncul lagi dan aku terjebak didalamnya.
Rey,
bagaimana mungkin aku tak terjebak? Aku bahkan tak mengerti perasaan
aneh yang selalu mengusikku berhari-hari, aku bahkan tak mengenali
perasaanku sendiri. Aku asing dengan duniaku sendiri, aku asing Rey.
Rey kautahu? Semenjak perasaan itu datang, dan mulai meracuni tiap denyut peredaran darah, aku jadi merasa bersalah.
Harusnya
aku tak membiarkan diriku mengidap perasaan asing itu Rey. Bagaimana
mungkin aku menyakiti sahabatku sendiri? Kau dunianya, dan bagaimana
mungkin aku merampasnya? Aku tahu aku mungkin bukan orang yang baik,
tapi aku tak kan membiarkan diriku menghianati sahabatku sendiri. Apa
kau masih belum jelas sampai disini Rey?
------
Empat tahun silam.
Aku
sudah tahu beberapa hal yang selalu berusaha kausembunyikan. Sudahlah
Rey, nyatanya aku bisa dengan mudah menebak kode dan isyarat rahasiamu.
Seperti kode yang pernah kaukatakan diujung telephone waktu itu "aku
suka 'layangan' ". Aku tahu itu Rey, tapi aku berusaha tak peduli. Aku
urung bercerita tentang itu pada sahabatku. Aku tak mau mengobrak-abrik
hatinya yang halus dan bisa retak kapan saja bila ia tersakiti. Aku tak
mau itu terjadi Rey.
-------
Empat tahun silam.
Rey,
saat ini aku bukan gadis kecil lagi seperti yang kau lihat empat tahun
yang lalu. Aku sekarang sudah jauh lebih paham dan dewasa, bahwa cinta
memang tak pernah bisa dipaksakan Rey. Aku terlalu egois, selalu saja
mengatur-atur perasaanmu. Menuntutmu untuk jatuh cinta pada sahabatku.
Apa hakku untuk memaksamu menyukai seseorang yang memang tak kausukai?
------
Tiga tahun yang lalu.
Ketahuilah
Rey, jika saat itu kau benar-benar mengatakan semuanya. Aku bahkan bisa
saja mengabaikannya. Sekali lagi Rey, sahabatku lebih penting darimu.
Biar aku saja yang tahu tentang perasaan idiot ini. Biar aku saja Rey.
Rey, kau pasti sudah paham semuanya. Meskipun aku masih tak percaya dan sulit berlogika
Rey,
apa pun yang terjadi dulu, saat ini dan entah kapan akan terulang lagi.
Percayalah, aku masih mengingatmu. Sebagai puzzle-puzzle berserakan
yang masih kurapikan ulang, sebagai sketsa-sketsa tanpa rupa yang masih
kusimpan rapi dalam saku kepala.
-----
Rey, sudahlah masa
itu sudah berlalu. Untuk apa kausesali. Barangkali kau malah lupa sama
sekali, dan aku justru sibuk mengingatnya setengah mati.
Rey
jangan khawatir, sahabatku sudah mendapatkan penggantimu. Jangan
tanyakan denganku Rey, aku lebih suka menikmati kesendirianku sendiri.
Rey,
sudahlah aku enggan berkata lagi padamu dengan banyak metafora. Kau
sudah tahu segalanya lewat tatapanku di pintu keluar gedung wisuda;
tempatmu dan tempatku terakhir kali menghabiskan masa olok-olokan dan
kegilaan.
Kau sudah tahu segalanya Rey. Bahagialah dengan duniamu
yang sekarang. Anggap saja aku sahabatmu. Posisimu sama Rey dengan
sahabat-sahabatku saat ini. Tapi saat selanjutnya, aku tak bisa
memprediksi.
Rey, maaf aku terlalu banyak bercerita. Kau boleh
tertawa usai membaca kisah ini, (bila kau membacanya). Sungguh Rey, aku
hanya sedang merefleksi jiwaku. Aku hanya ingin mengganti masa empat
tahun silam dengan satu lembar tulisan tak bernyawa ini. Sesederhana itu
Rey.
----
Aku menyelami setiap waktu dan kegilaan yang kucipta bersamamu
Lalu tanpa sadar, jiwaku sendiri yang menjadi gila
Aku linglung setengah mati dengan perasaanku sendiri
Aku menyelami setiap detik dan frekuensi yang kulalui bersamamu
Lewat candaan dan pertengkaran kecil
Lalu tanpa sebab, jiwaku sekarat
Aku mati rasa, asing segalanya
Karenamukah?
Tanda tanya
?
Diantara bau menyengat paracetamol,
Diantara banyak tumpukan diktat-diktat yang menyekat.
Diantara kegalauan yang tak bersebab,
Aku masih bisa menulis tentang sosokmu
Mengorek semua remahan masa lalu.
Sesederhana itu.
17.13 WIB25-01-2013
Langit Senja :)
Untuk
siapa pun yang membaca, khususnya sahabat-sahabatku, anggap saja ini
dongeng seribu satu kisah. Jangan iba dan menganggap ini cerita duka.
Aku justru lega sudah menuliskan semuanya. Meskipun mataku mulai
berembun, dan suaraku tercekat di udara. Disaat seperti ini, pantaskah
aku merindukanmu? Pantaskah aku memikirkanmu lagi? :)
Aku hanya
ingin berkata satu hal kecil . "Aku rindu kamu." Itu saja, cukup. Ini
untukmu Rey, dalam samaran yang masih kubuat maya.