Jumat, 25 Januari 2013

Sketsa


Aku hanya ingin bercerita, tapi suaraku seakan tersekat di udara. Bercerita tentangmu, khususnya. Rey. Kamu pria polos dengan senyum simpul. Aku masih mengingat detail semuanya, empat tahun yang lalu.
Saat aku dan kamu masih menjadi anak-anak polos dan lugu. Saat semua hal menyedihkan tentang dunia, kita abaikan dan malah asyik bergelut dengan permainan. Apa yang salah dari bocah ingusan seperti kita Rey? Kita hanya saling tertawa dan berbuat onar apa saja, semau yang kita suka bukan?
Apa yang salah Rey ketika aku sering meninju bahumu dan menjahilimu tiap kali kita bertemu? Kau justru akan balas mengejekku, lalu kita akan beradu argumen, saling mengolok dan menjatuhkan. Tapi sungguh, aku menakmati semua permainan bodoh yang kulakukan bersamamu. Lagipula, saat itu kita masih kecil Rey, masih polos. Belum tahu soal politik, awam dengan kata hukum, dan filosofi hidup lainnya yang sama sekali belum kita pahami.
Rey, sudahlah. Aku enggan bercerita lagi kepadamu. Sungguh, ini hanya soal kenangan, bukan perasaan. Tapi bolehkah bila saat ini aku bercerita kepadamu tentang perasaan? Reym apa kau mau mendengarkan?
----------
Empat tahun yang lalu.
Kamu tiba-tiba datang Rey. Mulai menjamah ruang duniaku. Menjadi salah tokoh dalam skenario takdir milikku.
Rey, saat kau datang, semuanya berubah. Sahabatku Rey. Iya, semenjak mengenalmu, dunianya menjadi penuh warna. Seakan-akan tiap detik kupu-kupu melayang di dalam perutnya. Seakan-akan semua rasi bintang terpampang jelas di bening matanya. Itu semua karenamu Rey, dia jatuh cinta. Sungguh sangat jatuh cinta. Kepadamu.
Rey, semenjak aku mengetahui satu rahasia kecil dalam hatinya bahwa dia menyukaimu, semenjak itu pula duniaku berubah.Sahabat mana yang tak turut bahagia bila sahabatnya sedang jatuh cinta? Lalu aku mulai sering melakukan hal-hal bodoh. Aku sering menjahili sahabatku, sekaligus menjahilimu. Aku sering menggodanya dengan kata-kata konyol. Menyebut namamu dengan sengaja di depannya. Lalu dia pasti akan tertawa Rey, pipinya akan merona.
Aku jadi lebih sering mengejekmu, memberimu kode-kode dengan isyarat yang sama. Hanya agar kau tertarik dengan semua celotehku lalu kau juga balas menyukainya. Lalu kau pasti akan melotot kearahku, melayangkan tinju ke bahuku yang selalu saja hanya pura-pura kaulakukan agar aku tak lagi mengganggumu.
Rey, dengarlah. Saat itu, aku tak benar-benar berniat mengganggumu. Aku hanya ingin menunjukan padamu, bahwa sahabatku menyukaimu. Itu saja, Rey.
---------
Empat tahun silam.
Rey harusnya kau tahu, sahabatku itu benar-benar menyukaimu waktu itu. Percayalah, rasa sukanya tulus. Aku mengenalnya dekat Rey, dan bagaimana mungkin aku tak peka bila dia benar-benar jatuh cinta?
Rey, dulu aku sering membuat hal-hal konyol. Aku sering memanggil namamu dengan nama sahabatku. Begitu sebaliknya.
Rey, dulu aku sering mencipta hal-hal gila. Aku sering mencari momen-momen yang tepat untukmu dan sahabatku. Aku terlalu sering berusaha membuat momen yang tepat, agar kalian bisa merasa dekat, agar sahabatku senang, dan kau balas menyukainya.
Tapi kau selalu marah Rey bila aku melakukan semua itu padamu. Kau pasti akan memarahiku, mengomel dan balas mengejek semaumu. Aku masih bisa terima Rey. Tapi ketika emosimu memuncak dan kau melampiaskannya dengan mencemooh sahabatku, aku tidak bisa terima. Aku akan marah padamu, lalu pasti akan melanyangkan tinju ke bahumu.
Sudahlah Rey, jika kuceritakan segalanya saat itu, kau mungkin tak kan percaya. Lagipula, apa yang bisa kaupercayai dari seseorang sepertiku? Yang selalu membuatmu merasa jengkel tiap hari karena tingkah gilaku, yang selalu membuat bahumu sakit selama dua hari lebih karena tinju kepalan tanganku dibahumu?
Rey, mungkin ketika kau membaca ini, kau masih belum mengerti. Ini soal realita Rey, bukan kata-kata yang hanya penuh dengan reka.
-------
Empat tahun silam.
Rey, aku enggan menjelaskan segalanya. Nyatanya, setiap momen yang kucipta bersamamu berhasil menyita tiap lembar memory yang kupunya.
Aku seperti orang linglung Rey. Seperti orang gila yang tak menyadari relalita perasaannya sendiri. Aku terjebak dalam permainan bodohku sendiri Rey. Hatiku benar-benar tersekat, pikiranku berkabut, aku sekarat.
Mungkinkan disebabkan olehmu? Mungkinkah jebakan itu datang dari tiap frekuensi yang sering kucipta bersamamu melalui olok-olokan dan kegilaan?
Rey, dengarlah. Aku lelah, aku bosan mereka perasaanku sendiri. Aku hanya tahu tiga hal kecil saat perasaan asing itu mulai tumbuh; sahabatku menyukaimu, kamu adalah orang yang disukainya, dan aku adalah sahabatnya yang ingin membantunya untuk dekat denganmu.
--------
Empat tahun silam.
Rey, jika setiap orang bebas memilih, aku akan banyak melakukan pilihan dalam hidupku. Tapi sayangnya, Tuhan tak mengijinkan. Aku bahkan tak pernah meminta satu hal kecil ini pada Tuhan; jatuh cinta kepadamu. Sungguh Rey. Aku tidak pernah memintanya. Tapi nyatanya, aku memang hanya manusia, bisakah jika harus malawan arus perasaan mahadahsyat yang disebut cinta? Rey, sudahlah. Mataku mulai berembun. Aku mengingatmu (lagi).
---------
Empat tahun yang lalu.
Lihatlah Rey, ketika perasaan suka sahabatku kepadamu hampir berada di titik puncak. Dan aku enggan berbuat apa-apa lagi. Aku mulai lelah dengan tingkah bodoku sendiri. Aku takut, jika tingkah bodohku justru akan membuat perasaan aneh itu muncul lagi dan aku terjebak didalamnya.
Rey, bagaimana mungkin aku tak terjebak? Aku bahkan tak mengerti perasaan aneh yang selalu mengusikku berhari-hari, aku bahkan tak mengenali perasaanku sendiri. Aku asing dengan duniaku sendiri, aku asing Rey.
Rey kautahu? Semenjak perasaan itu datang, dan mulai meracuni tiap denyut peredaran darah, aku jadi merasa bersalah.
Harusnya aku tak membiarkan diriku mengidap perasaan asing itu Rey. Bagaimana mungkin aku menyakiti sahabatku sendiri? Kau dunianya, dan bagaimana mungkin aku merampasnya? Aku tahu aku mungkin bukan orang yang baik, tapi aku tak kan membiarkan diriku menghianati sahabatku sendiri. Apa kau masih belum jelas sampai disini Rey?
------
Empat tahun silam.
Aku sudah tahu beberapa hal yang selalu berusaha kausembunyikan. Sudahlah Rey, nyatanya aku bisa dengan mudah menebak kode dan isyarat rahasiamu. Seperti kode yang pernah kaukatakan diujung telephone waktu itu "aku suka 'layangan' ". Aku tahu itu Rey, tapi aku berusaha tak peduli. Aku urung bercerita tentang itu pada sahabatku. Aku tak mau mengobrak-abrik hatinya yang halus dan bisa retak kapan saja bila ia tersakiti. Aku tak mau itu terjadi Rey.
-------
Empat tahun silam.
Rey, saat ini aku bukan gadis kecil lagi seperti yang kau lihat empat tahun yang lalu. Aku sekarang sudah jauh lebih paham dan dewasa, bahwa cinta memang tak pernah bisa dipaksakan Rey. Aku terlalu egois, selalu saja mengatur-atur perasaanmu. Menuntutmu untuk jatuh cinta pada sahabatku. Apa hakku untuk memaksamu menyukai seseorang yang memang tak kausukai?
------
Tiga tahun yang lalu.
Ketahuilah Rey, jika saat itu kau benar-benar mengatakan semuanya. Aku bahkan bisa saja mengabaikannya. Sekali lagi Rey, sahabatku lebih penting darimu. Biar aku saja yang tahu tentang perasaan idiot ini. Biar aku saja Rey.
Rey, kau pasti sudah paham semuanya. Meskipun aku masih tak percaya dan sulit berlogika
Rey, apa pun yang terjadi dulu, saat ini dan entah kapan akan terulang lagi. Percayalah, aku masih mengingatmu. Sebagai puzzle-puzzle berserakan yang masih kurapikan ulang, sebagai sketsa-sketsa tanpa rupa yang masih kusimpan rapi dalam saku kepala.
-----
Rey, sudahlah masa itu sudah berlalu. Untuk apa kausesali. Barangkali kau malah lupa sama sekali, dan aku justru sibuk mengingatnya setengah mati.
Rey jangan khawatir, sahabatku sudah mendapatkan penggantimu. Jangan tanyakan denganku Rey, aku lebih suka menikmati kesendirianku sendiri.
Rey, sudahlah aku enggan berkata lagi padamu dengan banyak metafora. Kau sudah tahu segalanya lewat tatapanku di pintu keluar gedung wisuda; tempatmu dan tempatku terakhir kali menghabiskan masa olok-olokan dan kegilaan.
Kau sudah tahu segalanya Rey. Bahagialah dengan duniamu yang sekarang. Anggap saja aku sahabatmu. Posisimu sama Rey dengan sahabat-sahabatku saat ini. Tapi saat selanjutnya, aku tak bisa memprediksi.
Rey, maaf aku terlalu banyak bercerita. Kau boleh tertawa usai membaca kisah ini, (bila kau membacanya). Sungguh Rey, aku hanya sedang merefleksi jiwaku. Aku hanya ingin mengganti masa empat tahun silam dengan satu lembar tulisan tak bernyawa ini. Sesederhana itu Rey.
----
Aku menyelami setiap waktu dan kegilaan yang kucipta bersamamu
Lalu tanpa sadar, jiwaku sendiri yang menjadi gila
Aku linglung setengah mati dengan perasaanku sendiri
Aku menyelami setiap detik dan frekuensi yang kulalui bersamamu
Lewat candaan dan pertengkaran kecil
Lalu tanpa sebab, jiwaku sekarat
Aku mati rasa, asing segalanya
Karenamukah?
Tanda tanya
? 
Diantara bau menyengat paracetamol,
Diantara banyak tumpukan diktat-diktat yang menyekat.
Diantara kegalauan yang tak bersebab,
Aku masih bisa menulis tentang sosokmu
Mengorek semua remahan masa lalu.
Sesederhana itu.
17.13 WIB25-01-2013
Langit Senja :)

Untuk siapa pun yang membaca, khususnya sahabat-sahabatku, anggap saja ini dongeng seribu satu kisah. Jangan iba dan menganggap ini cerita duka. Aku justru lega sudah menuliskan semuanya. Meskipun mataku mulai berembun, dan suaraku tercekat di udara. Disaat seperti ini, pantaskah aku merindukanmu? Pantaskah aku memikirkanmu lagi? :)
Aku hanya ingin berkata satu hal kecil . "Aku rindu kamu." Itu saja, cukup. Ini untukmu Rey, dalam samaran yang masih kubuat maya.

4 komentar:

Nada A. mengatakan...

Good story cyiiiiin:')

SINTA IF mengatakan...

ah chafa, makasih ya :D

Nada A. mengatakan...

sungguh maha karya luar biasa:""")

SINTA IF mengatakan...

syafa berlebihan ah! :D
sungguh terimakasih syafa :)

 

SKETSA TANPA RUPA Copyright © 2011 -- Template created by O Pregador -- Powered by Blogger