Saya sedang menulis ini sambil
ditemani secangir moccacino di warung kopi dekat kos-kosan. Free wifi, apa
lagi? Iya saya sendiri. Aneh? Kelihatan ngenes banget ya?
Padahal nggak juga.
Saya sudah terbiasa kemana-mana
sendirian.
Satu-satunya alasan kenapa saya
betah berlama-lama ngopi sendiri adalah faktor kebebasan. Saya bebas tidak melakukan
apa pun, selain menatap layar laptop dan memikirkan hal-hal yang membuat saya
merasa perlu menuliskannya. Benar-benar memusatkan pikiran saya dengan sesuatu
yang ada di depan saya.
Iya saya tahu, nongkrong rame-rame bareng temen-temen tentu
jauh lebih asik. Tapi terkadang, setiap orang itu butuh waktu untuk dirinya
sendiri. Ada saat dimana saya hangout bersama teman-teman saya, tapi
tentu saja motifnya berbeda. Kalau saya pergi ngumpul-ngumpul sama teman-teman,
itu murni karena kebutuhan bersosialisasi setiap orang. Hey,
walaupun kita bisa melakukan semuanya sendirian, bukan berarti lantas kita
nggak membutuhkan orang lain kan?
Saya deskribsikan suasana di warung
kopi ini ya. Baik, ada sembilan orang laki-laki di sini. Saya satu-satunya
perempuan. Duduk di salah satu sudut ruangan, yang bangku di depan dan
belakangnya tidak terisi. Satu orang perempuan lagi, sudah berlalu entah
beberapa menit yang lalu bersama pacarnya.
Tadi waktu saya datang ke sini,
hanya ada tiga orang pengunjung. Tiga puluh menit berselang, tanpa sadar saya
mengarahkan pandangan pada meja-meja di sebelah saya, ternyata sudah terisi
semua. Mereka datang bergerombol. Membentuk dua perkumpulan meja yang berbeda.
Saya yakin mereka pasti terheran-heran.
Kenapa ada perempuan macam saya yang malam-malam nongkrong sendirian di warung
kopi. Terlihat asik mengetik dan seolah tidak peduli dengan tatapan ‘aneh’ yang
menyorotnya bertubi-tubi. Tapi serius, saya bodo amat mereka mau mikir gimana.
Niat paling mulia saya datang ke sini karena memang mau cari wifi. Nggak lebih.
Haha.
Lagian spot warkop ini cozy,
wifinya lancar jaya, dan cuma lima menit dari kosan kalau naik motor, sepuluh
menit kalau jalan. Sudah ya cukup, saya bukan lagi promosi.
Intinya adalah, saya harus terus
membiasakan diri untuk sendiri. Saya tidak mau menggantungkan kebahagiaan saya
pada orang lain. Mr Bean, adalah salah satu inspirator saya, laki-laki yang
belagak idiot padahal otaknya jenius tingkat Zeus itu mengajarkan pada saya
bahwa kita tidak butuh orang lain untuk bahagia. Karena bahagia itu murni
tanggungjawab kita sendiri. Bukan orang lain. Sesederhana itu.
Sampai di bagian ini, saya masih
belum mau beranjak dari meja saya. Masih
jam sembilan. Satu jam lagi mencapai batasan jam malam. Iya kosan saya ada jam
malamnya memang. Jam duadua, gerbangnya di kunci. Tapi toh setiap anak diberi
kunci ganda, jadi ya sama saja. Mau jam berapa pun saya pulang, saya tetap bisa
masuk.
Saya mau menulis kesimpulan untuk
tulisan saya yang sebenarnya nggak ‘bacaable’ ini. Bahwa sebanyak apa pun teman
yang kita punya, sebaik apa pun orang lain memperlakukan kita, jangan pernah
menggantungkan harapan apa pun pada mereka, meski cuma setitik.
Dan untuk kalian, khususnya para
perempuan, ayo jadi tangguh! Jangan kemana-mana harus ditemani. Sekali-kali,
coba berani keluar sendiri. Kalian akan menemukan sesuatu yang sebelumnya belum
pernah kalian duga-duga.
Karena faktanya, kalau kita
terbiasa ditemani oleh seseorang untuk melakukan sesuatu, sekali kita
melakukannya sendirian tanpa di temani orang itu, maka apa yang kalian lakukan menjadi kurang berarti.
Kalau ada yang bilang “kasihan
ya kemana-mana sendiri.” Ketawain aja. Saya justru lebih kasian sama yang nggak
berani sendiri kemana-kemana.
Malang,
02/05/2017
21:22 WIB
pict by tumblr
0 komentar:
Posting Komentar