Senin, 06 Agustus 2018

Bagaimana Kalau

Malam ini, seluruh tubuhku menggigil. Tidak ada musim dingin di kotaku, tapi aku seperti bisa merasakan sensasinya setiap kali suhu ruangan berada tepat di bawah angka lima belas derajat celcius. Seperti malam ini, dan beberapa malam lain yang sudah-sudah.
Jauh lebih mudah kulalui seandainya aku tidak sedang mengingatmu. Meski sudah terlalu lama, tapi biarkan laju memori otakku bekerja.
            Kau dulu pernah bertanya, “Kapan kamu pulang?”
            Kubilang, “Aku tidak tahu,”
            “Kamu tidak merindukan kotamu?”
            Aku menggeleng, “Belum, nanti barangkali.”
            “Kalau kamu pulang, aku mungkin sudah tidak di sini lagi,”
            “Kamu mau kemana?” kutanya.
            “Ke suatu tempat yang jauh, ada mimpiku di sana.”
            Terus terang saja aku mendadak kehabisan kata-kata.
            Tanpa berani bereaksi.
            Terlalu ciut nyali.
            “Kalau aku pergi, kamu bagaimana?"
        Aku terdiam lama. Aku tidak tahu maksudmu apa, jadi kutanya lagi, “Bagaimana apa?”
       “Bagaimana kalau kamu pulang, aku tidak bisa menemuimu?” di ujung telepon, suaramu bergetar. Aku tak cukup peka untuk mengenali pita suara manusia, tapi aku bisa merasakan nada suaramu berbeda.
            “Tidak apa-apa, aku akan menyapamu di telepon.”
            “Kamu tidak ingin menemuiku?”
            “Kapan-kapan mungkin, kalau ada waktu.”
            Lalu kamu tertawa. “Kenapa kamu selalu tidak bisa menjawab hal-hal yang bisa membuatku senang saat mendengarnya?”
            “Semacam apa?”
            “Ya aku ingin menemuimu. Sesederhana itu tidak bisa?”
            “Apakah harus?”        
       Kamu menggeleng, “Tidak, aku hanya sedang ingin menyenangkan diriku sendiri saja.”
            Hening. Saling terjebak dalam pikiran masing-masing.
            “Sudah, tidurlah. Berhenti begadang.”
            “Kau juga.”
            “Satu lagi,”
            “Apa?”
            “Kau anggap aku sahabat kan?”
            “Ya,"
            “Kalau begitu, doakan sahabatmu ini lekas punya pacar supaya dia tidak lagi mengusik orang yang selalu menganggap dirinya sahabatnya. Deal?”

           Aku pura-pura tertawa. Tapi diam-diam menangis dalam hati. Ah sial! Kenapa begitu mudah membohongi diri sendiri?

Image result for tumblr girl leaving

            

           
           

           
                       


0 komentar:

 

SKETSA TANPA RUPA Copyright © 2011 -- Template created by O Pregador -- Powered by Blogger