Kepada, pengelana dengan ransel warna cokelat tua. Pemilik senyum sengahat matahari pukul sepuluh pagi, apa kabar hari ini?
Kukabarkan kepadamu melalui sebuah surat. Bahwa ada seorang
perempuan yang kemarin berkunjung kemari. Kulihat dia berjalan sendirian
menujuku, menepi diantara hingar bingar manusia yang tengah berlalu lalang. Aku
memerhatikannya sedang menatap nanar ke arah deburan ombak, sambil sesekali
melempar kerikil kecil ke dasar laut. Benda yang dia bawa di kantong hitam
kecil, yang ia kalungkan di tubuhnya yang terlihat sangat ringkih.
Sesekali aku menatapnya sesenggukan. Sebagai dermaga tempat
berlabuh kapal-kapal yang datang dan pulang, aku ingin sekali menyewakan
tubuhku sebagai tempatnya meneduh. Aku ingin tiba-tiba menjadi rumah baginya,
menawarkan atap yang dilengkapi dengan jendela, sehingga dengan begitu, ada
ruang lebih nyaman baginya untuk menumpahkan air mata.
Tetapi aku cuma bisa menyimaknya dari kejauhan,
mendengarkan ceritanya yang lirih itu, yang dikabarkan angin pagi kepadaku.
Sungguh, aku tidak habis mengerti dengan jalan pikirannya yang terlalu rumit
dimengerti. Ia berulangkali menyebut namamu, mengejanya dengan penekanan yang
susah payah ia lafalkan dengan kata-kata.
Kau tahu apa tidak? Barangkali, di bumi ini memang ada
bebarapa orang yang sanggup meredam habis perasaannya sendiri. Perempuan itu
salah satunya, dia bagian dari mereka. Ada sekat-sekat yang sekuat tenaga dia
tentang, ada perbedaan-perbedaan cukup besar antara dia dan kau, seseorang yang
ia kira adalah dunianya, keajaiban yang membuatnya sedikit berkompromi dari
keterasingan yang pernah membuatnya begitu sakit.
Baginya, kau tidak lebih dari kata-kata yang melebur
bersama dengan mimpi-mimpinya yang ia ingat setelah bangun dari tidur. Dalam
dunianya, kau tidak lebih dari seseorang yang sangat ingin ia hindari sebab ia
terlalu takut terjebak oleh perasaannya sendiri. Terkadang, demi melindungi
dirinya dari patah hati, seseorang rela menimbun habis harapannya sendiri.
Tidak ada kata-kata yang sanggup kuutarakan banyak padamu,
sebab ia lebih banyak menyimpan ceritanya sebagai rahasia. Perempuan itu, yang
dari matanya menyiratkan sesuatu yang tidak habis kutebak perasaannya seperti
apa. Dia penuh tanda tanya. Dia terlihat tidak peduli. Dia begitu apatis, entah
bagimu.
Baju putihnya berkibar-kibar ditiup angin, anak-anak rambutnya bersemburat acak tidak dihiraukannya. Kali ini, kering sudah air matanya, angin menyampaikan padaku bahwa perasaannya sedikit lebih baik. Tidak ada seorang pun bisa membuatnya sakit selama dia tidak mengharapkan apa pun dari manusia. Dia terlalu tangguh untuk sekadar meratapi setiap kepergian. Baginya hidup adalah adrenalin terbesar. Sementara kau adalah salah satu bagian dari hidupnya yang membuat dia merasa tertantang.
Dia lebih berani,
lebih tangguh, lebih kuat dari yang sanggup kamu bayangkan sebelumnya.
Dia tidak pernah mengharapkan apa pun dari seseorang. Tidak
waktunya, tidak dunianya.
Dia cuma selalu butuh dirinya sendiri dan rasa sepi.
0 komentar:
Posting Komentar