Selasa, 16 Februari 2021

Setitik Perjalanan

 

               1202 2021


Pagi-pagi sekali, ponselku berdering. Panggilan pertama yang lebih pagi dari alarmku hari itu.

Aku mengangkat panggilannya, begitu membaca nama kontak yang tertera.
                “Halo, Assalamualaikum,” ujarku dengan nada suara berat.
                “Halooo waalaikumsalam. Selamat ulang tahun,  anak cantik, semoga..... ” dan doa-doa lain dipanjatkan setelahnya.
                Aku tersenyum, aku bahkan lupa dan enggan mengingat hari itu selain hari imlek. Tetapi,  bersemangat sekali mengaminkan doa-doanya.

                “Aamiin.Terima kasih Buk,”

                 Panggilan itu selesai. Aku membuka notif WhatsApp yang tidak akan terbaca kalau tidak kubuka. Beberapa pesan masuk, yang tidak langsung kubuka satu per satu. Aku tidak ingin menspesialkan hari apa pun, termasuk hari lahirku sendiri. Juga tidak berambisi merayakannya. Tetapi, sebelumnya, aku berterima kasih untuk teman-teman yang memberiku doa. Terima kasih banyak.

                Pagi-pagi sekali, aku berkemas. Aku berencana pergi ke suatu kota kecil di Jawa timur, kota dengan ikon bernama SLG (Simpang Lima Gumul) hari itu, dengan naik kereta. Jadi aku ke stasiun, menanyakan apakah tiket go show hari itu masih tersisa? Habis. Kenapa aku tidak memesan jauh-jauh hari sebelumnya menggunakan aplikasi? Aku tidak akan bilang kalau kebetulan sistem jaringan aplikasi di ponselku bermasalah, karena bukankah tidak ada yang namanya kebetulan di dunia ini? Jadi kupikir hari itu memang aku tidak ditakdirkan pergi ke sana naik kereta. Mungkin aku tetap di takdikan pergi ke sana, tetapi bukan naik sepeda, ya, naik sepeda motor.

                Kupikir akan seru sekali kalau hari itu aku bisa touring ke luar kota sendirian, pertama kali dalam hidupku, melakukan sesuatu yang belum pernah kulakukan sebelumnya. Maksudnya, naik sepeda motor sendirian keluar kota. Karena biasanya aku naik kereta atau bis antar kota kalau sedang pergi sendiri, kalau pun naik motor, biasanya dengan kawanku.

Aku tidak berencana naik motor sebelumnya, tapi dalam perjalanan sepulang dari stasiun, ide itu tiba-tiba terlintas begitu saja dikepalaku. Ide spontan itu bisa kubilang cukup nekat, karena jarak Malang-Kediri yang lumayan jauh jika ditempuh menggunakan sepeda motor dan aku juga tidak pandai membaca peta.

                Sepanjang perjalanan, aku menikmati waktuku di jalan sendirian. Melihat pemandangan serba hijau di sepanjang jalan Batu dan Pujon. Aku berkali-kali melewati jalan itu, tapi tetap tidak berhenti takjub  dan berdecak kagum saat melewatinya. Gunung yang terbentang dengan begitu luas dan indah, pohon-pohon hijau yang masih asri, sungai yang deras mengalir dan menyejukkan.

Jalan Pujon yang berkelok-kelok adalah salah satu jalan yang membuat aku trauma, kecelakaan yang terjadi tahun 2017 lalu, yang membuat aku dan Bapak jatuh tergelincir dari sepeda, begitu membekas di kepala.

                Aku melewati titik lokasi kecelakaan dengan jantung berdebar, sebuah tikungan tajam di  atas tanjakan jalan beraspal. Tidak jauh dari sana, berdiri sebuah pukesmas tempat kami dulu di rawat. Bersyukur karena masih banyak orang-orang baik hari itu yang menolong kami.

                Aku masih ingat kata-kata Bapak hari itu, “Padahal di jalan tadi sepi, tapi waktu kita jatuh, orang-orang tiba-tiba berdatangan, bantuin kita sampai bisa ditangani di sini (baca: pukesmas). Itu bukan kebetulan, bisa jadi itu karena doa orang yang pernah kita tolong, Allah tolong kita juga dari perantara orang lain di saat kita membutuhkan pertolonganNya. Jangan pernah bosan berbuat baik, karena akhirnya kebaikan  itu akan kembali ke kita.”

                Aku tidak berhenti mengucap syukur selama aku berkendara. Betapa baiknya Tuhan memberi aku kesempatan untuk  menghirup udara sampai usiaku yang sekarang. Betapa baiknya Ia, sebab diberiNya aku kesempatan menjelajah setitik dari bumi ciptaanNya yang begitu luas. Hari itu, di hari lahirku, aku tidak ingin meminta apa pun. Aku cuma ingin bilang terima kasih. “Ya Allah, terima kasih banyak.”

                Aku tidak menghubungi siapa pun hari itu, kalau aku mau touring ke Kediri. Satu-satunya yang kuberi kabar adalah seorang sahabatku yang tinggal di sana, Mega. Ia awalnya mengira aku tak jadi datang karena kehabisan tiket kereta. Ia tidak tahu kalau saat aku menghubunginya, aku sudah tiba di Pare. Sebuah kota kecil yang masih satu kabupaten dengan Kediri.

                “Meggg, tiket keretanya habis. Tapi.. aku tetap jadi berangkat ke sana. Naik motor. Ini udah sampai Pare. Hahaha.”

                “Hah? Sumpah? Ya Allah nekat banget temen guaaaa.”

                “Kalau nggak nekat kan namanya bukan temanmu,”

                Tentu saja dia kaget. Sebagai saksi hidup yang paham benar aku hobi kesasar, mana dia mengira aku akan benar-benar pergi ke sana naik motor? Dan sendirian? Hahaha.

                Butuh kurang lebih 4 jam sampai aku tiba dan bertemu dengan Mega. Tentu itu sudah termasuk waktu berhenti istirahat di jalan, dan nyasar sana-sani. Tetapi tidak berkurang rasa senang, tetap kunikmati. Karena selama perjalanan itu, aku bertemu dengan orang-orang baru, berinteraksi dengan warga lokal, mereka semua baik sekali dan menyenangkan.

                Kota Kediri yang tidak terlalu bising, rumah Mega yang terletak di pedesaan yang masih asri,keluarganya yang sangat hangat menyambut kedatanganku (walapaun Ibu Mega sempat  terheran-heran, tidak menyangka kalau aku betulan datang ke rumahnya hari itu), pemandangan di halaman rumahnya yang kusukai, yang saat aku di sana, bisa kulihat pemandangan sawah terbentang luas. Udara yang masih sejuk, jauh dari hiruk pikuk kota.

                Hari itu rasanya sudah cukup. Aku tidak meminta apa-apa, tidak ingin mengharapkan apa pun dari orang lain, bahkan untuk sepotong kata selamat. Aku bersyukur, untuk seluruh perjalanan yang kulalui, untuk teman-teman baik disekelilingku, untuk orang-orang yang kusayangi, untuk orang-orang yang menyayangiku, untuk begitu banyak kesempatan, untuk banyak hal yang bisa kujadikan pelajaran.

Ya Allah, terima kasih banyak. Aku mencintaiMu.”





             

                 


               

                 


               

               PS: Thank you, Mbak-mbak fotografer! Haha.


Malang, 16 februari 2021


18.59

               

               

0 komentar:

 

SKETSA TANPA RUPA Copyright © 2011 -- Template created by O Pregador -- Powered by Blogger