Dulu aku menutup
telingaku rapat-rapat kalau harus mendengar hal-hal tentang pernikahan, memilih
menghindar dari topik itu ketika terlibat obrolan dengan teman-temanku, kalian
yang dulu pernah mengajakku membahas hal itu mungkin mengerti. Aku lebih sering
mengalihkan ke topik yang lain, atau justru tidak menanggapi. Maaf untuk
skeptisku itu. Aku punya alasan tapi kamu tidak perlu tahu kenapa.
Sekarang, biar kubayar
skeptisku yang dulu dengan tulisan ini, ya.
“Wedding dream kamu?”
hal-hal semacam itu, aku hampir tidak punya jawabannya.
“Menikah itu apa sih?
Kenapa orang-orang harus menikah? Harus berpasangan? Berkeluarga?”
Pertanyaan yang sering
kulontarkan untuk diriku sendiri. Kalau jawabannya karena “ibadah”, aku tidak
bisa lebih setuju dari itu, tetapi adakah jawaban lain yang lebih terdengar
manusiawi? Jawaban yang menunjukkan sisi humanisme seseorang kenapa mereka
harus mengikat komitmen mereka pada pernikahan? Yang lebih jujur karena
keinginan diri mereka sendiri? Bukan karena tuntutan? Bukan soal batas usia?
Bukan karena paksaan? Lebih karena mereka menemukan sebuah tujuan untuk
hidupnya, untuk dunianya, dan kalau mereka percaya tentang kehidupan setelah di
dunia, itu berarti juga untuk akhiratnya. Untuk apa saja yang membuat kita
memanusiakan diri kita sendiri, bukan demi memenuhi banyak ekspektasi.
Karena kupikir, saat
seseorang sudah menemukan alasan yang dia butuhkan untuk dirinya sendiri, saat
mereka sudah selesai mencari jawaban itu untuk dirinya,mereka akan menemukan
waktunya. Tolok ukur itu tidak bisa dipukul rata ke semua orang, karena
kebutuhan setiap orang berbeda-beda, bukan? Juga waktunya tidak akan sama.
Jadi, tolong berhenti
menanyakan sesuatu kepada seseorang yang belum menemukan alasan itu untuk
dirinya sendiri. Kepada seseorang yang bahkan tidak tahu kapan dia akan selesai
dengan dirinya.
Lagipula, Kawan,
apakah kamu percaya negeri dongeng?
Fairytale itu bohong, Cinderella dan
pangerannya itu tidak ada. Tidak nyata.
Dunia kita pararel, bergerak dinamis, roda
kehidupan berputar, hidup bukan cuma berisi warna terang, Hidup bukan cuma soal
bahagia, bukan yang indah-indah saja. Kupikir “pernikahan” begitu juga. Kendati
sering kujumpai potret keluarga bahagia di sosal media, tapi bukan kah segala
hal yang diletakkan di etalase kaca adalah yang paling layak buat ditampilkan?
Di balik itu, siapa tahu? Aku bukan bilang bahagia mereka palsu, hanya dibalik
bahagia yang mereka tampilkan itu, kita tidak pernah tahu sisi yang terjadi
dibaliknya. Pasti banyak kompromi di sana.
Jadi berhenti
membayangkan kehidupan setelah menikah itu cuma berisi tentang keindahan saja.
Itu cuma ada di negeri dongeng. Itu cuma fairylate. Karena semakin kita
berekspektasi tentang menikah itu cuma tentang bahagia, kupikir kita tidak akan
pernah cukup bahagia menjalaninya.
Sementara itu, terkhusus diriku sendiri, juga
kawan-kawan di luar sana yang saat ini belum menemukan alasan kenapa mereka
harus menikah, apa pun itu. Aku cuma mau bilang, bahagiakan dulu dirimu,
sehingga nanti, saat kita sudah menemukan alasannya, kita tidak lagi punya
ekspektasi untuk dibahagiakan siapa-siapa. Karena bahagia kita tanggung jawab
diri kita sendiri, bukan tanggung jawab siapa pun. Termasuk pasangan kita
nanti.
Bahwa menikah itu
tentang komitmen dan kompromi, menikah menambah masalah itu pasti. Masalah dua
kepala, dua keluarga. Bedanya, masalah yang ada ditanggung berdua. Bedanya
kepada siapa kita membagi masalah itu. Kalau kepada orang yang tepat, kita bisa
berkompromi menyelesaikan banyak hal berdua. Dan semoga kalian beruntung
menemukannya.
Katanya, menemukan
pasangan bukan mencari soal siapa yang paling sempurna, kan?
Kalau begitu, temukan seseorang yang seburuk
apa pun masa lalunya masih bisa kamu terima, temukan seseorang yang semua sifat
dan karakternya masih bisa kamu tolerir, yang marah-marahnya masih bisa
membuatmu legowo, yang kata-katanya masih kamu izinkan masuk ke telingamu meski
semenyakitkan apa pun itu, temukan seseorang yang kekurangannya masih bersedia
kamu lengkapi, yang kelebihannya membuatmu terpacu untuk mejadi lebih baik lagi,
temukan seseorang yang meski dalam keadaan paling buruk pun masih sanggup
membuatmu bertahan untuk tidak meninggalkannya pergi.
Karena selamanya itu
terlalu lama. Karena yang sempurna itu tidak ada.
Karena kalau masih
sanggup memilih apa yang bisa kita perjuangkan untuk diri kita sendiri, kenapa
harus memenuhi standar bahagia dan penilaian orang lain?